Tentang Rizki 3

Jumat, 08 Juni 2012
 * segala aktifitas yang kau perjuangkan untuk memperoleh nilai manfaat yang lebih adalah kebaikan rizkimu  


3. Rizki adalah jaminan Allah kepada mahlukNya, tugas mahluk adalah menyempurnakan Ibadah kepadaNya. 


     Yang kita bicarakan ini adalah tentang orang orang yang sudah meletakkan dunia di belakang punggungnya. Ini bukan berarti mereka orang orang yang fakir. Sebab, bisa jadi secara finansial mereka jauh lebih berlimpah daripada kita. Namun, mereka pun dapat ditemukan diantara orang orang yang fakir.
Definisinya bukan Ia harus miskin atau Ia pasti kaya. Melainkan ada pada sikap diri yang tidak terhampir (terbelenggu), dan cara mereka memperlakukan dunia.   


     Mereka telah sampai pada keyakinan yang tertaman kuat di relung hatinya, bahwa pengaturan rizki berada mutlak di tangan Yang Maha Memberi. Berangkat dari keyakinan itu, mereka tetap mempertahankan iffah (pantang meminta pada mahluk), meski kesulitan hidup, kemiskinan dan musibah mendera dirinya. Dan sebaliknya, bila Ia diberi kelapangan dan kelimpahan rizki, yang difikirkan adalah bagaimana membelanjakan sebanyak mungkin untuk nilai manfaat yang luas kepada yang lain. Intinya, keadaan miskin yang mendera, dan kaya yang menyapa, tidak membangkitkan nafsu dan egonya yang sudah pulas ditidurkan.


     Ia bisa seseorang yang sangat masyhur, yang selalu menjadi titik pusat perhatian pada setiap kehadirannya. Orang orang yang terhormat, orang orang penting, merasa tidak malu untuk berebut sekadar untuk mencium tangannya, sebab mereka justru didera rasa malu bila menahan diri untuk tidak menciumnya. Bila kita menatapnya, kita merasakan kalau Ia sesejuk air telaga. Dan bila Ia sudah berkata kata, tak ada rasa bosan kita menyimaknya. Kita justru menjadi merasa khawatir, kalau kalau ada satu dua kata yang lepas dari pendengaran kita, dimana kita merasa merugi bila tidak mendapat pemahaman dari apa yang dikatakannya. Karismanya menyilaukan, karena sinar dari dirinya memancar sempurna, membuat khalayak yang redup merasa tercerahkan.

       Ia bisa seseorang yang lepas dari perhatian kita. Seseorang yang kita abaikan, atau kita pandang dengan sebelah mata. Kehadirannya pada suatu tempat dan peristiwa, tidaklah penting bagi orang orang yang hadir, bahkan Ia bisa menjadi sesuatu yang merusak pemandangan. Mereka adalah orang yang sudah meletakkan dunia di bawah telapak kakinya.  Ia bisa seorang pengemis yang menghampiri pintu rumah kita, atau pemungut sampah yang bila berpapasan kita memijit hidung menghindari bau tubuhnya,  atau seorang pengelana yang lusuh, atau orang orang yang menurut 'akal' kita menempati kedudukan pekarjaan yang hina, dimana kita mengira bahwa mereka melakukannya karena rendahnya kecerdasan yang dimilikinya. Dimana 'akal' kita menyangka kalau mereka sangat terbatas untuk memilih dan berkreasi dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya.


     Betapa rendahnya kita bila masih bersemayam rasa bangga dengan aksesoris kebendaan gemerlapnya dunia yang mampu diraihnya, karena berarti kita telah memasrahkan diri untuk masuk dalam penjara "ujub' dan 'riya'. Mengapa 'ujub' dan 'riya' disebutnya penjara, karena ia hanya menancapkan kegelisahan dan kecewa di dada kita.


     Betapa dangkalnya kita bila  menilai seseorang dari baju yang membungkus kulitnya, kendaraan yang dipakainya, pekerjaan yang digelutinya, karir yang dicapainya, pangkat yang dilekatkannya, atau jabatan yang dimilikinya. Karena berarti telah menjebakkan diri dalam kerangkeng 'kesombongan'. Mengapa 'kesombongan' disebutnya kerangkeng, sesuatu yang lebih sempit dari penjara, karena ia akan menaburkan rasa sesak di dada kita. 


      Allah sangat mengharapkan taubatnya kita dari segala kemaksiatan dan dosa, kecuali dosa ' sombong' yang bersemayam di dada kita, karena ia merupakan pakaian iblis yang keliru berprasangka; bahwa kedudukan api lebih mulia dari tanah.


     Dada dari golongan ketiga ini adalah jenis "muthma'innah", yang sudah mampu melepaskan diri dari prediksi, praduga, dan prasangka. Sedang kebanyakan kita ada pada tataran "ammarah" dan "lawwamah", kecuali yang sampai.


     Mari kita bertelanjang di depan cermin yang lebar
     Kita akan gamblang melihat:
     betapa tubuh ini penuh dengan luka.


                                                                 ***




Keadilan Tuhan




     Pada suatu siang yang panas di padang pasir, seorang pemuda yang gagah menghentikan laju kudanya secara tiba tiba. Ada gurat lelah di wajahnya, dan karena alasan itulah Ia menghentikan laju kudanya, begitu Ia melihat telaga dengan pohon besar yang rindang menaunginya. Di tengah padang pasir yang membentang tak berujung, menemukan telaga dengan pohon yang rindang adalah seperti menemukan surga.

     Usai meneguk air telaga, dan menceburkan tubuhnya di tepian telaga, Ia pun duduk melepas lelah sambil memakan sebagian bekal yang dibawanya. Usai makan Ia pun kembali menemukan kesegaran tubuhnya. Sambil tersenyum, Ia menghampiri kudanya dan naik ke pelana, memacunya kuat kuat menembus belantara padang pasir, dan meninggalkan debu yang bertaburan dari hentakan kaki kuda yang kuat menekan pasir. Ia tidak menyadari, kalau ada bekal yang tertinggal di tempatnya Ia sejenak beristirahat.

     Hening. Sepi di tempat itu, sampai kemudian datang seorang pemuda dengan pakaian kumal dan lusuh datang ke tempat itu. Sama seperti pemuda gagah yang menaiki kuda yang baru saja berlalu, pemuda miskin ini pun menelanjangi dirinya, menceburkan diri ke telaga sambil meminum airnya yang jernih. Ketika Ia memungut pakaian yang hendak dikenakannya, Ia tersentak, matanya menangkap kantung kecil hitam tepat di bawah tumpukan baju yang tadi Ia lepaskan sebelum mandi. Ia terheran heran, mengapa tadi ketika meletakkan baju tidak menyadarinya. Ia pun memungut kantung hitam itu, membukanya, dan menemukan emas dan berbagai permata indah di dalamnya. Ia tersenyum dan bergumam, ' ini rejeki luar biasa.'
Dengan langkah yang ringan dan riang, Ia menyeret kakinya yang dekil berdebu, berlalu menembus pasir menuju kampungnya yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.

     Hening. Sepi di tempat itu. Sampai kemudian datang lelaki tua yang lusuh datang ke telaga itu. Seperti kedua pemuda yang telah berlalu dari tempat itu, lelaki tua ini pun melepas bajunya, menceburkan diri ke telaga dan meminum sebagian airnya untuk menuntaskan dahaga, dan mengenakan kembali pakaiannya yang lusuh. Berbeda dengan kedua pemuda yang tadi, lelaki tua dan lusuh ini memilih tiduran di bawah akar pohon yang rindang, sampai kemudian benar benar pulas tertidur.

     Di tempat lain, pemuda gagah yang menunggang kuda tiba tiba menghentikan laju kudanya. Ada perasaan khawatir kalau kalau barang berharga miliknya yang disatukan dalam satu buntalan dengan makanan tidak ikut terbawa. Dengan terburu buru Ia pun membongkarnya. Dan benar, Ia tidak menemukan kantung hitam berharga dalam buntalannya. Dengan tergesa Ia memutar balik arah laju kudanya. Di atas pelana, Ia memastikan bahwa barang berharga miliknya tertinggal di telaga pada saat Ia sejenak beristirahat.

     Sampai di telaga,  pemuda gagah berkuda menemukan lelaki tua yang tengah pulas tertidur. Dengan kasar, lelaki tua itu dibangunkan.
     ' Dimana kau sembunyikan kantung hitam milikku!!!', bentak pemuda itu. Lelaki tua yang tak tahu arah pertanyaan pemuda itu hanya gemetar.
     ' Tadi aku singgah kesini, dan kantong berisi permata tertinggal ditempat ini!. Kini aku kembali kesini dan menemukan kamu tidur disini!. Pasti kamulah yang mengambilnya!.' Dengan gemetar lelaki tua itu berkata bahwa Ia tidak tahu menahu tentang kantung yang dimaksud pemuda itu. Pemuda itu pun menghunuskan pedangnya dengan harapan lelaki tua yang menyembunyikan kantung permatanya menjadi ciut nyalinya dan menyerahkan kembali sesuatu yang menjadi miliknya.

     Tapi lelaki tua itu tetap bersikukuh tidak mengakuinya. Dengan marah yang sudah membuncah, akhirnya pemuda itu memilih jalan pintas, menebaskan pedangnya ke tubuh lelaki tua itu hingga tewas. Ia pikir itulah cara termudah dan tercepat, membunuhnya, menggeledahnya, dan membawa pulang kembali miliknya. Karena Ia berkesimpulan sebagaimana keadaan dirinya, bila Ia menemukan harta yang amat berharga, tentu Ia memilih memilikinya daripada mengembalikannya.

     Tapi betapa kecewa pemuda itu. Setelah menggeledah sekujur tubuh lelaki tua yang dibunuhnya, Ia tak menemukan kantung miliknya. Setelah menggeledah disekitarnya, barangkali lelaki tua itu cerdik sudah menyembunyikannya, Ia pun tak menemukannya. Ia pun pulang dengan terburu buru dan kecewa. Terburu buru takut diketahui perbuatan membunuh, dan kecewa tidak membawa pulang barang berharga miliknya.


     Peristiwa ini sampai ketelinga Nabi Musa 'Alaihissalam lewat seorang muridnya yang mempertanyakan keadilan Tuhan. Betapa Tuhan tidak adil, karena membiarkan hidup pemuda yang mengambil kantung emas permata, dan lelaki tua yang tak berdosa malah dibunuh.

     Lewat Wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, Nabi Musa menjelaskan duduk perkaranya kepada muridnya yang menilai bahwa Tuhan tidak adil.

     Nabi Musa "Alaihissalam berkata:  Dahulu, ada petani kaya yang dirampok dan dibunuh. Dua perampok itu menguras seluruh harta, setelah membunuh suami istri petani yang kaya. Setelah merampok, salah satu dari kedua perampok ingin menguasai seluruh hasil rampokannya. Karena tamak, Ia enggan membagi dua dengan kawan merampoknya, Lalu Ia pun membunuh kawan merampoknya. Ketahuilah, Lelaki tua yang dibunuh pemuda gagah di telaga itu adalah perampok yang tamak dan membunuh kawan sendiri. Dan lelaki gagah yang membunuh lelaki tua itu adalah anak dari perampok yang dibunuh kawan merampoknya. Dan pemuda lusuh yang menemukan kantong berisi emas dan permata itu adalah anak dari petani kaya yang dirampok. Jadi, meskipun tidak langsung, Tuhan telah berbuat sangat adil.

                                                                     ***







Saudara Kembar Syetan



     Ada seorang lekaki yang sudah lama menikah tapi belum juga mempunyai keturunan. Sudah bertahun-tahun Ia ingin memiliki anak, tapi keinginan itu belum tercapai juga. Ia telah melakukan berbagai ikhtiar agar cita-citanya mempunyai anak dapat terwujud. Berbagai nadzar telah Ia ucapkan, namun tetap saja anak yang diidam-idamkan tak kunjung hadir.

     Entah karena putus asa atau karena nekad, suatu hari ia dengan kesal mengucapkan nadzar, “seandainya aku dikaruniai anak oleh Allah, aku akan bersedekah kepada saudara-saudaranya syetan masing-masing 50 Dinar…!”
     Wallahu a’lam, apakah karena nadzarnya itu ataukah sebab memang sudah menjadi kehendak Allah, tak lama kemudian istrinya hamil dan melahirkan seorang putra yang sehat dan tampan. Betapa gembiranya hati laki-laki itu beserta istrinya dengan kehadiran anggota baru dalam keluarga mereka. Dengan penuh cinta dan kasih sayang mereka merawat putranya tersebut. Laki-laki itu pun telah melupakan nadzar yang pernah ia ucapkan.
     Pada suatu malam, laki-laki tersebut mimpi bertemu syetan didalam tidurnya. Syetan berkata kepadanya, “Wahai Fulan, jangan lupakan nadzarmu untuk bersedekah kepada saudara-saudaraku!”

     Laki-laki itu lantas bertanya kepada setan, “Siapakah saudara-saudaramu?”
Syetan menjawab, “Carilah pezina, pemabuk, penjudi, pendurhaka kepada kedua orangtua dan orang yang bakhil lagi serakah karena mereka itulah saudara-saudaraku.”
   Setelah terbangun dari tidurnya, tanpa berpikir panjang lagi langsung Ia mengambil uangnya dan melangkah mencari saudara-saudaranya setan yang disebutkan dalam mimpi.

     Ia mencari diantara tetangganya, tetapi tak Ia temukan. Akhirnya Ia berjalan menuju desa sebelah. Orang pertama yang ditemuinya adalah pezina. Ketika disodorkan uang sebanyak 50 Dinar, pezina itu keheranan dan bertanya, “Dalam rangka apa engkau memberiku uang ini?” Laki-laki itu lalu mengisahkan nadzar dan mimpinya.
Mendengar cerita laki-laki itu, sang pezina langsung saja bersujud, menangis, dan bertaubat kepada Allah. Ia berniat untuk tidak mengulangi pekerjaannya karena tidak mau disebut sebagai saudaranya syetan. Uang 50 Dinar pun ditolaknya.

     Orang kedua yang ditemui laki-laki itu adalah pemabuk. Ketika si laki-laki menyodorkan uang 50 Dinar, sang pemabuk pun bertanya apa maksud dari pemberian ini, “Mengapa engkau memberikan uang sebanyak ini padaku padahal aku adalah seorang pemabuk yang suka menghamburkan uang untuk membeli minuman keras?” laki-laki tersebut menjawab, “Justru karena itulah aku ingin memberimu uang ini.” Ia lalu menceritakan nadzar dan mimpinya.

     Mendengar penuturan si laki-laki, sang pemabuk pun lalu tersungkur lemas, bersujud dan tak henti-hentinya Ia mengucapkan kalimat istighfar (permohonan ampun). Uang 50 Dinar yang hendak diberikan lelaki itu pun ditolaknya. Pemabuk itu pun memilih bertaubat, daripada menjadi saudaranya syetan.

     Orang ketiga yang ditemuinya yaitu penjudi, ketika mendengar cerita laki-laki itu juga lantas bertaubat dari kebiasaannya berjudi. Orang keempat yaitu pendurhaka kepada kedua orangtua, begitu mendengar penuturan laki-laki itu, sambil menangis keras segera menuju rumah orangtuanya untuk meminta maaf kepada mereka. Baik orang ketiga juga orang keempat menolak menerima uang 50 Dinar dari laki-laki tersebut.
    Dengan langkah yang lemas karena lelah akhirnya si laki-laki menemukan rumah saudara setan yang terakhir, yaitu seorang yang kikir lagi tamak. Dengan napas terengah-engah, ia lalu mengetuk pintu rumah yang megah itu. Dalam hati si laki-laki ada terbersit kekhawatiran, bahwa si kikir ini akan menolak juga uang nadzar darinya, seperti saudara-saudara syetan yang lain.
“Assalamu alaikum…!”
     Tak lama kemudian si bakhil, sang pemilik rumah, mengeluarkan kepalanya dari pintu tanpa menjawab salam sang tamu. Tubuhnya tersembunyi, hanya kepalanya saja yang kelihatan. “Yah, ada keperluan apa…?!
     "Aku ingin memberimu uang 50 Dinar.”
     Mendengar kata-kata uang, si bakhil bin serakah ini langsung membuka pintu dan segera menyambar kantung uang di tangan tamunya. “Mengapa engkau memberiku uang sebanyak ini, apa kau pernah punya hutang padaku…?”

    Lalu tamunya itu menceritakan nadzar dan mimpinya serta pertemuannya dengan pezina, pemabuk, penjudi dan orang yang durhaka pada orangtuanya. Mendengar kisah ini, si kikir lagi serakah langsung saja mengulurkan tangannya sambil berkata, “Kalau mereka tak mau terima uangnya, berikan saja semua uang itu kepadaku..!”

Dengan mata terbelalak laki-laki yang bernadzar itu menyerahkan uangnya dan beranjak dari rumah tersebut seraya berkata, “ Ini baru, benar-benar saudara kembarnya syetan…!!”

                                                                             ***

Pohon Keramat

Rabu, 06 Juni 2012


     Hiduplah sepasang suami-istri dengan tenteram dan damai.. Meskipun keadaan mereka melarat, tetapi   mereka berdua selalu taat kepada perintah Allah. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan ibadah mereka tekun sekali. Si suami adalah seorang alim yang takwa dan tawakal.

     Pada suatu ketika istrinya mengeluh terhadap kemiskinan yang melilit serta tidak ada habis-habisnya itu. Ia mendesak suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan, alangkah senangnya hidup jika segala yang menjadi hajat dan keperluannya serba tercukupi.

     Ahirnya laki-laki yang alim itu berangkat menuju ke kota, dengan tujuan mencari pekerjaan, memenuhi desakan Istrinya.. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon besar dan rindang yang tengah dikerumuni orang. Ia mendekat, ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan angker itu. Banyak juga kaum wanita serta pedagang yang meminta-minta agar suami mereka setia dan dagangannya laris.
"Ini syirik," pikir laki-laki yang alim tadi. "Ini harus diberantas habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta kepada selain  Allah."

     Maka pulanglah ia buru-buru.  Istrinya heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi    ketika dilihatnya si suami mengambil sebilah kampak yang diasahnya tajam. Lantas laki-laki alim tadi bergegas keluar. Istrinya bertanya, tapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki keledainya, lalu dipacunya cepat-cepat menuju ke pohon keramat itu.

     Di tengah perjalanan, tiba-tiba Ia dihadang sesosok tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah syetan yang menyamar sebagai manusia.
      "Hai, mau ke mana kamu?" tanya si iblis.
Orang alim tersebut menjawab," saya mau menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh pohon syirik itu."
     "Kamu kan tidak ada hubungan apa-apa dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah, pulang saja."
      "Tidak bisa, kemungkaran harus diberantas," jawab si alim bersikap keras.
      "Berhenti, jangan teruskan!" bentak iblis marah.
      "Akan saya teruskan!"

    Karena masing-masing ngotot pada pendiriannya, akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tersebut dengan syetan. Kalau melihat perbedaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah bisa dibinasakan. Sebab syetan begitu tinggi besar, sedangkan si alim kecil kerempeng. Namun ternyata syetan telah tiga kali dipukul rubuh hingga babak belur. Syetan menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan meringis kesakitan ia berdiri dan berkata, "Tuan, maafkanlah kekasaran saya, Saya tak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila tuan selesai mengerjakan shalat subuh, dibawah tikar sembahyang tuan saya sediakan uang emas empat dinar. Pulang saja buru-buru, jangan teruskan niat tuan dulu itu."

     Mendengar janji manis syetan berujud manusia dengan uang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad si alim. Ia teringat istrinya yang ingin hidup berkecukupan. Ia ingat betapa istrinya mengomel saban hari karena uang belanja yang kurang. Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan saja, berarti ia akan menjadi orang kaya. Mengingat desakan istrinya maka pulanglah ia. Urung niatnya yang semula hendak memberantas kemungkaran.

     Demikianlah, semenjak pagi itu istrinya tidak pernah cemberut lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai shalat, dibukanya tikar sembahyangnya. Betul, di situ tergolek empat benda mengkilat, empat dinar uang emas. Dia terloncat kegirangan, dan istrinya memeluknya dengan mesra. Begitu juga hari kedua. Ketika pada hari ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar sembahyangnya, masih didapatinya uang itu. Tapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi kecuali tikar pandan yang rapuh. Istrinya mulai cemberut karena uang yang kemarin sudah dihabiskan sama sekali.

     Ahirnya Si alim menenangkan istrinya, "Jangan kuatir, besok pagi barangkali kita bakal mendapat delapan dinar sekaligus."
      Keesokan harinya, harap-harap cemas suami-istri itu bangun pagi-pagi. Selesai shalat dibukanya tikar sajadahnya, kosong. "Kurang ajar, penipu," teriak si istri. "Ambil kampak, tebanglah pohon itu."
     "Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya, hingga ke ranting dan daun-daunnya," sahut si alim itu.

   Maka ia segera mengeluarkan keledainya. Sambil menenteng kampak yang tajam, ia memacu tunggangannya menuju ke arah pohon angker itu. Di tengah perjalanan, syetan yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghadang. Kakinya mengangkang seraya matanya menyorot tajam.
     "Mau ke mana kamu?" hardiknya menggelegar.
     "Mau menebang pohon," jawab si alim dengan gagah berani.
     "Berhenti jangan lanjutkan."
     "Bagaimanapun juga tidak bisa, sebelum pohon itu tumbang."

     Maka terjadilah kembali pergumulan yang seru. Masing-masing mengeluarkan kedigjayaan-nya. Tapi kali ini bukan syetan yang kalah. Si alim tadi terkulai, tubuh dan kepalanya penuh luka-luka yang menganga. Dalam kesakitannya si alim tersebut bertanya heran,"Dengan kekuatan apa engkau bisa mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?"

     Syetan itu dengan angkuh menjawab, "Tentu saja kau dulu bisa menang. Karena waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah. Demi Allah! Andaikata kukumpulkan seluruh bala tentaraku buat mengeroyokmu sekalipun, kami tak akan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya karena tidak ada uang di bawah tikar sajadahmu. Maka biar pun kau keluarkan seluruh kesaktianmu, tidak bakal kamu mampu menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu, biar mampus."

Mendengar penjelasan syetan ini si alim tadi termangu-mangu. Ia merasa bersalah dan niatnya memang sudah tidak ikhlas karena Allah lagi. Dengan terhuyung-huyung ia pulang ke rumahnya. Dibatalkannya niat semula hendak menebang pohon sumber kesyirikan tersebut.

                                                                   ***

Tentang rizki 2

Kamis, 31 Mei 2012



* Segala aktifitas yang kau lakukan sepanjang usia yang diberikan Allah kepadamu adalah rizkimu
    segala aktifitas yang kau perjuangkan untuk memperoleh nilai manfaat yang lebih adalah kebaikan rizkimu
    dan aktifitas yang hanya melayani nafsumu adalah rizkimu yang buruk *

 

 Ada tiga jenis manusia, dalam menyikapi rizki yang dianugerahkan Allah kepadanya.


     2. Rizki adalah hasil ikhtiar, dengan disertai  kesadaran akan anugerah Allah didalamnya.

     Kesadaran bahwa rizki harus dijemput, bersamaan dengan hadirnya pemahaman bahwa didalamnya ada campur tangan dari Sang Maha Memberi, menjadikan seseorang menyertakan roja' ( berharap ) dan syukur dalam  melangkah  ketika mencari dan mendapatkan. Kerelaan untuk menempuh aktifitas yang notabene payah, melelahkan, atau terpenjara dalam kungkungan rutinitas yang 'bisa tidak bisa' harus dijalani, adalah bekal dasar untuk mencari, karena ' derajat sabar ' sebenarnya merupakan jalinan kerelaan dan kerelaan yang lain yang dirangkai memanjang.  Disini, ' penjara ' dan  ' kebebasan '  hanyalah dua garis yang dirapatkan sejajar dan hanya dibatasi selaput tipis, dimana keduanya kadang nampak semakna.


     Sebagaimana 'iman' yang senantiasa mengalami pasang naik dan surut, demikian pula halnya dengan hadirnya rasa syukur di hati  kita kepada Sang Pemberi.  Pasang naik dan surutnya 'syukur' itulah yang akan meletakkan kita pada posisi yang mana di tiga jenis manusia dalam menyikapi rizki yang dianugerahkan Allah kepadanya yang sedang kita bicarakan. Bila kerelaan dan kerelaan yang lain berjalin dan terangkai memanjang, pada titik kepanjangan tertentu akan melabuhkan pemiliknya pada definisi 'sabar'. Bila sabar dan sabar yang lain berjalin dan terangkai memanjang maka pada titik kepanjangan tertentu akan menjadikan pemiliknya pada maqam 'ridho', sebuah kedudukan puncak (definisi tentang rizki 3) yang akan kita bicarakan pada tulisan berikutnya.


     Namun kenyataannya, orang yang memahami bahwa rizki adalah hasil ikhtiar dengan menyertakan kesadaran akan anugerah Allah (tentang rizki 2), adalah sedikit sekali yang mampu untuk sampai pada kedudukan sabar. Keterpesonaan hati pada hiasan dunia, menjadikan hati cenderung toleran terhadap masuknya debu debu pemburam hati yang mengganggu kecemerlangannya. Ini pulalah yang menciptakan celah kebebasan pada syetan untuk masuk dan memorak poranda jalinan kerelaan dan kerelaan yang lain yang sudah terangkai, menjadi serpihan yang tak bermakna. Debu debu pemburam hati adalah: riya, ujub, kesombongan diri, sum'ah, ghibah, su'udlon dan namimah.


     Adapun jenis manusia pada definisi kedua ini terbagi menjadi dua :

  1. Orang yang mampu mendekatkan diri kepada Allah ( mengimpimentasikan Syukur ), ketika keadaan dirinya diberikan kelapangan yang luas akan karunia Allah, namun cenderung membangkang ketika disempitkan rizkinya, menurun drastis kedudukan syukurnya. 
  2. Orang yang justru mampu hudlur keharibaan Allah disaat sempitnya, namun cenderung kepada fujur ketika rizki dilapangkan.
     Keduanya bukanlah suatu keadaan yang sempurna, namun berjuang untuk tetap konstan pada pencapaian ini pun merupakan perjuangan yang berat. Artinya, tidak tergelincirnya kita ke dalam definisi satu pun merupakan pencapaian yang luar biasa. Demikian pula dengan pengakuan diri akan ketidak sempurnaan diri itu selangkah lebih baik, daripada langkah langkah menuju perbaikan diri yang tanpa menyertakan  pengakuan tersebut.

     Dunia ini memang mempesona. Gebyarnya menyemburatkan warna warni memabukkan, seperti pelangi yang menegas usai hujan. Pesona dunia mampu membutakan mata, menutup lubang telinga dan mematikan rasa. Pesona dunia mudah saja melambungkan hayal, mengacaukan fikiran dan menjungkir balikan iman yang susah payah diretas manusia. Namun semoga, pesonanya tidak sampai menyentuh relung terdalam hati kita, sehingga kita dibutakannya. Aku, kamu, kamu, kamu dan kamu: memang tidak sempurna.
Wallahu a'lam.   


* debu debu pemburam hati akan kita bicarakan nanti.

Tentang Rizki 1

Minggu, 27 Mei 2012
* Segala aktifitas yang kau lakukan sepanjang usia yang diberikan Allah kepadamu adalah rizkimu
    segala aktifitas yang kau perjuangkan untuk memperoleh nilai manfaat yang lebih adalah kebaikan rizkimu
    dan aktifitas yang hanya melayani nafsumu adalah rizkimu yang buruk *

     Ada tiga jenis manusia, dalam menyikapi rizki yang dianugerahkan Allah kepadanya.

1. Rizki adalah uang.
   
     Betapa banyak orang yang memandang rizki dari sudut pandang yang sangat terbatas. Pada tataran ini, seseorang hanya terpaku pada apa yang hendak diperolehnya, tanpa memandang darimana sesungguhnya rizki itu bermula. Karena melupakan Sang Maha Pemberi, maka definisi yang melingkar di kepala hanya jumlah yang banyak. Karena bila memperoleh jumlah yang banyak, tentu akan mengatasi kebutuhan yang banyak.
Mereka akan teridentifikasi dengan ekspresi sedih atau berduka bila mendapat sedikit, dan riang gembira bila mendapat yang banyak, atau bahkan 'marah' bila tak mendapatkan, dan 'senang' bila mendapatkan


     Karena mengesampingkan Sang Maha Pemberi, maka kecenderungan yang muncul adalah langkah yang dipenuhi kelalai dariNya. Akibat berikutnya adalah : ' halal yang tidak thoyyib', ' halal yang tercemari syubhat',  ' syubhat yang dihalalkan ' dan, ' haram yang dibuat halal '.


     Bila aku merampas kepemilikan orang lain dengan paksa berarti aku berada disini, karena aku adalah rampok. Bila aku secara sembunyi atau diam diam mengambil milik orang lain berarti aku berada disini, karena aku maling, penipu dan koruptor. Bila aku berjualan tidak dengan menyertakan kejujuran berarti aku berada disini, karena aku mencampur sesuatu yang sebenarnya halal dengan tindakan yang haram. dan seterusnya.

     Kelalaian adalah kelalaian. Disini, fujur yang ada dalam dirinya tak kuasa menolak pelukan syetan, dan terbujuk bisikan yang menjanjikan. Bisikan pertama dengan 'kefakiran', merasa terdesak kebutuhan dan segeranya pemenuhan. Berikutnya adalah pemahaman yang menggiurkan, bahwa dengan beroleh uang yang banyak, maka banyak pula dari problematika hidup yang dapat diselesaikan. Yang bermain disini adalah nafsu dan akal yang tidak menyertakan hati, atau sedikit sekali menyertakan hati, atau disertakan penuh namun hati sudah terlanjur tak mampu ambil bagian, karena sudah terlanjur kelam, atau hitam.

     Memang sudah disabdakan, bahwa permulaan dari sebuah kesalahan adalah ' cinta dunia ' dan ' panjangnya angan angan ' . Cinta dunia melahirkan keserakahan dan panjangnya angan menjadikan kita terkikis rasa malunya terhadap diri sendiri, juga terhadap Tuhan.
Cinta dunia hanya akan mengantar kita pada kebodohan diri akan pemahaman hakikat dunia itu sendiri. Dan panjang angan hanya akan mengantar kita pada seolah olah: Tuhan tidak punya urusan.
Wallahu a'lam.


KEDUDUKAN DOA



Umumnya orang berdoa agar terwujud apa yang diinginkan. Berikhtiar agar tercapai apa yang dicita-citakan. Padahal maksud Allah Swt memerintahkan kita berdoa dan berupaya, semata-mata agar tumbuh eksistensi kehambaan kita yang serba fakir, serba hina, serba tak berdaya dan lemah, muncul terus menerus di hadapanNya. Bukan agar kita bisa mewujudkan apa yang kita kehendaki, karena hal demikian sama dengan memaksa Allah Swt, untuk menuruti kehendak kita.

Pemahaman yang sempit tentang Allah Swt, akan terus menerus berkutat pada sikap seakan-akan Allah-lah yang mengikuti selera kita, bukan kehendak kita ini akibat dari kehendakNya, perwujudan yang ada karena kehendakNya, bukan disebabkan oleh kemauan kita.

Ketika manusia berdoa dengan seluruh kehinaan dirinya, kebutuhan dirinya dan kelemahannya serta ketidakberdayaannya yang muncul,itulah hikmah utama dibalik berdoa. Ketika kita berikhtiar, pada saat yang sama kita menyadari betapa tak berdayanya kita. Sebab kalau kita berdaya, pasti tidak perlu lagi berikhtiar dan berjuang.

Di sisi lain, kita dituntut untuk terus menerus menegakkan Hak-hak KetuhananNya, bahwa Allah berhak disembah, berhak dimohoni pertolongan, berhak dijadikan andalan dan gantungan, tempat penyerahan diri, berhak dipuji dan dipatuhi, berhak dengan segala sifat Rububiyahnya yang Maha Mencukupi, Maha Mulia, Maha Kuasa dan Maha Kuat. Semua harus terus tegak di hadapan kita. Dan itu semua bisa terjadi manakala kehambaan kita hadir.

Ironi-ironi dalam ikhtiar dan doa kita sering terjadi dimana kita lebih memposisikan sebaga 'tuhan', dengan banyak memerintah Tuhan agar menuruti kehendak kita, mengikuti kemauan kita dan menjelmakan proyeksi-proyeksi kita. Diam-diam kita menciptakan tuhan dan berhala dalam jiwa kita, agar dipatuhi oleh Allah Sang Pencipta. Inilah piciknya iman kita kepadaNya, yang sering memaksaNya menuruti keinginan kita, dan pilihan-pilihan kita, bukan pilihanNya.

Karena itu hakikatnya, menjalankan perintah doa itu lebih utama dibanding terwujudnya doa kita (ijabah). Ikhtiar kita hakikatnya lebih utama daripada hasil yang kita inginkan. Perjuangan kita hakikatnya lebih utama dibanding kemenangan dan kesuksesannya. Ibadah lebih utama dibading balasan-balasanNya. Karena taat, doa, dan ikhtiar adalah menjalankan perintahNya. Sedangkan balasan, ijabah, sukses, kemenangan, bukan urusan manusia dan tidak diperintah olehNya.

Banyak orang berdoa, beribadah, berikhtiar, tetapi bertambah stress dan gelisah. Itu semua disebabkan oleh niat dan cara pandangnya kepada Allah  Swt yang sempit. Sehingga, bukan qalbunya yang menghadap Allah Swt, tetapi nafsunya yang didesakkan kepadaNya.

Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily, ra berkata: “Janganlah bagian yang membuatmu senang ketika berdoa, adalah hajat-hajatmu terpenuhi, bukan kesenangan bermunajat kepada Tuhanmu. Hal demikian bisa menyebabkan anda termasuk orang yang terhijab.”

Bahwa kita ditakdirkan bisa bermunajat kepadaNya, seharusnya menjadi puncak kebahagiaan kita. Bukan pada tercapainya hajat kebutuhan kita. Kenapa kita bisa terhijab? Karena kita kehilangan Allah Swt, ketika berdoa, karena yang tampak adalah kebutuhan dan hajat kita, bukan Allah Tempat bermunajat kita.

Marilah kita letakkan doa kita, pada kedudukan yang sebenarnya, agar kita memperoleh hikmah dibalik perintahNya kepada kita untuk berdoa. Diperolehnya hikmah, jauh lebih nilainya dibanding segala permintaan kita.  Kalaulah kemudian doa kita terwujud, mendapat ijabah sesuai dengan keinginan kita,    itu pun semata karena karunia dari Sang Maha Karunia,  bukan diperoleh dari intensitas dan kwalitas doa kita. Wallahu a'lam.


HIKMAH

Kamis, 24 Mei 2012


* pada sesuatu yang tersurat, ada tersembunyi sesuatu yang tersirat
   carilah persepsi lain dari yang kau lihat, kau dengar
   dan kau rasakan *


Pada satu kesempatan saya berdialogh dengan teman. Pada saat itu ada kata katanya yang tak pernah saya lupakan bahwa ilmu yang kita pelajari hanyalah terbatas. Mungkin dapat kita pahami sebagai sebuah ilmu namun belum tentu akan menjadi sebuah “pelajaran”. Ilmu yang paling tinggi nilainya adalah Ilmu Hikmah.  Itulah pembelajaran dari Allah. Karena Allah langsung yang mengajarkan manusia untuk sebuah ilmu. Saya bertanya , bagaimana cara Allah mengajarkan manusia ilmu hikmah itu ? Ya lewat peristiwa , katanya. Peristiwa yang terjadi dalam keseharian kita,yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan.  Bahkan seluruh alam semesta ini adalah ayat ayat Allah.Semakin banyak ilmu hikmah kita dapatkan semakin terang jalan kepada kesempurnaan. Semakin dekat kita kepada Allah.


Namun ilmu Hikmah itu tidak akan bisa didapat oleh manusia bila dia tidak mempelajari ilmu syariat. Pemahaman akan Rukun Iman, Rukun Islam harus sempurna. Pemahanan Ilmu Tauhid harus juga sempurna melalui AL Quran dan Hadith. BIla ini sudah dipahami maka selanjutnya kita akan bisa memahami Ilmu Hikmah itu. Demikian kata taman itu mencoba memberikan gambaran bagaimana proses terjadi pendidikan antara ALlah dengan manusia secara langsung. Jadi ada protokol yang harus dilewati.  Ilmu syariat adalah jembatan untuk kita sampai keladang hikmah. Ingatlah firman Allah "Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni' mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-­Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui". (QS. al-Baqarah: 151).  "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah . Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Ahzab: 34)
***
Ketika seseorang terkena musibah karena sesuatu sebab , dia sadar bahwa Allah sedang menguji kesabarannya. Dia kembali kepada Allah dengan sabar, Kemudian dia lewati musibah itu dengna ikhlas. Maka orang itu telah mendapatkan “ sesuatu “ dari bencana yang datang padanya. Itulah ilmu hikmah. Ketika seseorang dihadapakan kepada kelapangan dunia. Hidupnya penuh dengan kebahagiaan.  Dia kembali kepada Allah bahwa dia sadar semua itu karena berkah dari Allah. Kebahagiaan itu dilewatinya dengan penuh kasih kepada siapapun. Dia tebarkan kelebihannnya kepada orang lain yang kurang. Dia , sudah mendapatkan ilmu hikmah.  Ketika dia di zolimi orang , dan dia ingat akan Allah. Dia tidak dendam. Ketika orang itu datang padanya, dia tetap tersenyum dan memaafkan. Maka dia telah mendapat ilmu hikmah dari Allah.  Ketika dia menjadi terpilih sebagai pemimpin maka dia kembalikan kekuasaan itu kepada Allah. Dia lewati tugas kepemimpinan itu sebagai amanah dari Allah maka dia akan rendah hati, kerja keras, jujur dan penuh tanggung jawab. Maka dia telah mendapatkan ilmu hikmah.


Baik buruk yang datang padanya, dia sikapi sebagai sebuah “pelajaran” dari Allah yang tak lain mendidiknya untuk sabar dan ikhlas, yang hanya berserah diri kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai tempat kembali. Demikian uraian dari teman itu. Saya terhenyak. Benarlah bahwa banyak hal dalam hidup ini kita lebih focus kepada ilmu yang tertulis . Kita tekuni ilmu itu dengan mempelajarinya lewat analisa, hipotesa, hapalan sampai mengulangnya berkali kali agar lancar dan fasih. Kemudian kita mencoba mencerahkan orang lain dengan ilmu itu agar orang lain juga tahu. Kita paham makna sabar dan ikhlas namun cepat berkeluh kesah bila usaha belum berhasil, pemerintah yang brengsek, anak yang bandel, istri yang cerewet, teman yang culas. Kita marah dan mengatakan orang lain salah,dan hanya kita yang benar. Mudah tergoda dengan kekuasaan dan harta hingga lupa kepada amanah , juga lupa kepada mereka yang lemah. Itu artinya ilmu kita dapat namun ilmu hikmah dari Allah tidak kita dapat. Karena mungkin kita juga ber prasangka buruk kepada Allah.


Dalam hidup ini, kata tetaplah kata kata. Rencana tetaplah rencana. Pengetahuan tetaplah pengetahuan. Namun apa yang terjadi dan bagaimana sikap kita maka itulah sesungguhnya value kita sebagai manusia. Esensi bagaimana menerapkan ilmu yang kita pelajari dan mendapatkan hikmah dari peristiwa yang datang kepada kita. Itu tandanya bahwa lewat pengetahuan dunia , kita bisa membaca dialogh yang ditebarkan oleh Allah didunia dalam bentuk implementasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Orang yang kaya ilmu namun miskin implementasi maka dia tidak lebih hidup dalam dunia yang sempit. Orang yang miskin ilmu namun kaya implementasi maka dia hidup dalam kelapangan tak bertepi. Apapun yang terjadi , disikapinya sebagai tanda Allah sedang berdialogh dengannya tentang sabar dan ikhlas, bersikap tetap tawadhu, melangkah dengan penuh istiqamah, berdamai dalam  ikhsan. Maka manusia itu telah mendapatkan kekayaan ilmu dari Allah , dia telah mendapatkan ilmu hikmah.


Ya disadari atau tidak, sebetulnya Allah setiap hari, setiap waktu berdialogh dengan kita. Allah mendidik kita, mengajari kita, menebarkan ilmu kepada kita. Masalahnya apakah kita mau mendengar dan mendapatkan hikmah dari itu semua?
wallahu alam bissawab

BARAKAH

Selasa, 22 Mei 2012
 

     *Apa yang ada disekitarmu adalah ladang tempatmu mencurahkan cinta
        berapa luas kau menaburkan cinta,
        adalah seluas disekiramu,
         mencintaimu
          sudahkah kau menilik cintamu? *
        

Menarik sekali pertanyaan ini, pertanyaan yang telah menyadarkanku akan arti dan makna penting dari Barakah. Walaupun saya belum menjalankan sunnah ini. Tapi saya belajar banyak. Semoga bisa menjadi bekal dalam menjalani kehidupan ini agar semakin barakah. Berikut, ringkasan pembahasan tentang Barakah.
***
Secara sederhana barakah adalah bertambahnya kebaikan dalam setiap kejadian yang kita alami waktu demi waktu. Ketika Allah mencintai hambaNya, maka Ia berkenan membuat hati sang hamba begitu peka. Syukur dalam lautan nikmat, Sabar dalam gelombang musibah. Ia menapaki jalan-jalan Sulaiman, sekaligus juga menyusuri pematang-pematang Ayyub, ‘alaihissalam.
Barakah, dalam bahasa Aa Gym adalah kepekaan untuk bersikap benar menghadapi masalah. Barakah, dalam kekata Ibnul Qayyim adalah, semakin dekatnya kita dengan Rabb, semakin akrabnya kita dengan Allah. Barakah, adalah umpama ‘umar ibn Khaththab adalah dua kendaraan yang ia tak peduli harus menunggang yang mana: shabr dan syukr. Barakah, dalam pujian Sang Nabi adalah keajaiban. Keajaiban yang menakjubkan!
♥♥♥
Barakah, mengubah kalimat “ Ini salahmu..!”, menjadi “ Maafkan aku, Cinta..” Ia mengganti diksi, dari ”Kok bisa-bisanya sih kamu..!”, menjadi “Aku mengerti, Sayang,sabar ya..” Barakah juga melafazhkan, “Kamu kemana saja sih..?” agar terdengar, “Aku disini, menantimu dalam rindu yang menyesak..” Dan ia membahasakan “ Aku tuh sebenarnya ingin, kamu..!”, agar berbunyi, Cinta, makasih ya, kau membuatku..”
Subhanallah, indah sekali, bahasa barakah. Logatnya logat cinta..
♥♥♥
Bagaimana kita meraih barakah itu? Bagaimana agar dalam kondisi apapun, kapanpun, di manapun, nafas-nafas kita adalah hembusan keberkahan, detik-detik kita dihitung sebagai kebaikan, sebagai pahala. Bagaimana? Dimanakah kita harus mencari barakah itu?
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan bukakan atas mereka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.(Q.S. Al A’raaf: 96 )
Kunci barakah itu ada pada keimanan dan ketakwaan. Keimanan yang meyakinkan kita untuk terus beramal shalih menurut apa yang telah dituntunkan Allah dalam tiap aspek hidup, semuanya. Dan ketaqwaan, yang mengisi hari-hari kita dengan penjagaan, kepekaan, dan rasa malu bahwa kita senantiasa dalam pengawasan Allah. Jika hidup kita terasa menyiksa, hidup terasa sempit, terasa kita makin jauh dari Allah, mari, saya mengajak diri saya dan anda untuk berkaca. Barangkali ada nikmat Allah yang kita kufuri. Barangkali ada karunia yang kita dustakan. Atau mungkin ada ayat-ayatNya yang kita permainkan. Astaghfirullaahal ‘adziim…
Ada banyak jalan yang ditawarkan menuju kebahagiaan. Tetapi tiada yang menjamin khatimah-nya. Kecuali jika kita memilih memprioritaskan barakah. Bahwa di saat apapun barakah itu membawakan kebahagiaan. Sebuah letup kegembiraan di hati, kelapangan di dada, kejernihan di akal, dan rasa nikmat di jasad. Barakah itu memberi suasana lain dan mencurahkan keceriaan musim semi, apa pun masalah yang sedang membadai rumah tangga kita. Barakah membawakan senyum meski air mata menitik-nitik. Barakah menyergapkan rasa rindu di tengah kejengkelan. Barakah itu menyediakan rengkuhan dan belaian lembut di saat dada kita sesak oleh masalah.
♥♥♥
Disarikan dari buku “Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim” karya Salim A Fillah, Bagian Keempat: Menenun jalinan Cinta, Sub Bab: Barakah, dengan beberapa edit&perubahan. (Semoga beliau mendapatkan keberkahan dari tulisan dakwahnya).

HAKIKAT CINTA

Rabu, 16 Mei 2012



* Cinta adalah cinta. Ia hanya selembar kertas merah jingga, yang hendak kau tulis apa *



      Mendefinisikan cinta, sama halnya dengan mengumpulkan seribu kepala, ditanya dengan satu pertanyaan yang sama, dan keluarlah dari mulut meraka seribu kata yang sama sekali berbeda.
Itulah cinta. Relatif sifatnya, nisbi adanya. Ia bisa berarti 'suka', 'memberi', 'mengatur', 'menempeleng', bahkan 'membunuh' pun bisa dilakukan untuk alih alih yang namanya cinta.
     Contoh dari 'suka' adalah pemuda yang berkata pada gadisnya ' aku suka padamu'. Dari memberi: ' kuberikan ia bunga, karena aku mencintainya' atau bentuk pemberian apapun yang mengatasnamakan cinta. Dari mengatur: ' sayang, cuciin baju,ya? atau, ' bila kau mencintaiku, janganlah kau bergaul dengan si anu, Ia memberi pengaruh buruk pada pandangan hidupmu'.
Atau: ' sudah kutempeleng Ia. Tapi itu kulakukan semata mata karena aku mencintainya'.
' sudah kubunuh orang yang menyelingkuhi istriku,mudah mudahan polisi tidak tahu. Aku pikir, itulah satu satunya cara untuk menyelamatkan cintaku'.
Itulah cinta. Ia dapat berbentuk perhatian, pemberian toleransi, penyerahan total, pengekangan, pemaksaan bahkan sampai pada tindak kriminal. Semua perilaku, dari yang sangat baik, biasa biasa saja sampai yang paling buruk pun, dapat dialamatkan atas nama cinta.
     Apa yang digambarkan diatas hanyalah bentuk dari ekspresi cinta dimana sebuah perilaku, terpuji  atau tercela, akan kembali kepada pelakunya. Esensi dari cinta itu sendiri adalah kecondongan atau, kecenderungan.
Kata 'condong' , akan klop sebagai sinonim dari kata cinta. Adapun kata yang mengikutinya, akan mendefinisikan ' cinta ' itu sendiri. Jadi, obyek akan menjelaskan sendiri kedudukannya, selaras dengan nilai kepantasan.
Seperti kata ' aku cinta supermi ', dapat berubah menjadi ' aku condong suka pada supermi ', adapun supermi yang kedudukannya sebagai obyek, dengan sendirinya akan menjelaskan kedudukannya sebagai makanan.
Maka, 'aku suka supermi ' akan lebih tepat menjadi: aku condong (cenderung) menyukai makanan supermi, daripada indomi, doremi, sarimi dan seterusnya.
' Aku mencintaimu Riska ', artinya  aku cenderung suka sama kamu Riska, bukan kepada Nana , Nini , Nani, atau pembantu sebelah. Disini, karena obyeknya seseorang ( person ), maka Riska tidak dapat disejajarkan dengan Supermi. Sebab bila disejajarkan bunyinya akan begini: ' aku suka makan kamu, Riska, daripada makan Nana, Nini, atau Nani. Kacau bukan?.
Disini,kita akan dihadapkan kembali pada kerumitan bila hendak mendefinisikan 'condong suka' pada contoh dimuka. Condong suka pada apanya?. Jawabannya, sebagaimana dikemukakan dimuka, adalah jawaban yang berbeda dari seribu kepala yang ditanya, karena motif dari mencinta akan sangat bergantung dari isi kepala masing masing.
Namun, cinta yang mengandung kemurnian akan mengarah pada hal hal yang bernuansa keagungan seperti: pengorbanan, pemberian tanpa pamrih, kepatuhan, mengalah, totalitas penghambaan, motifasi, optimisme, kesetiaan dan lain lain.
Namun sebaliknya, bila kemurnian cinta sudah terkontaminasi ' virus cinta ' ,maka nuansa yang mengikutinya pun negatif adanya seperti : mengorbankan, pamrih, mengatur, memaksa, memanfaatkan, penyelewengan, mengancam, dendam, menghukum dan lain lain.
     Nah demikianlah adanya.Berada disebelah manakan keadaan cintamu berada?. Kamu sendirilah yang dapat menjawabnya.

Cinta

Jumat, 04 Mei 2012


Laksana angin yang menerpa
Ia ada, dapat disentuh dengan rasa
namun tak sepenuhnya kau mampu menggenggamnya

Seperti bau yang melintas
menyentuh hidung kita, memberi warna, membangkitkan citarasa
kemudian fana

cinta......
seperti birunya laut dan ketenangannya
namun tak pernah sepenuhnya kau ketahui kedalamannya
Ia ada
kerana Ia adalah karunia
untuk seluruh butiran debu yang bernama ' manusia '
kau mengatakannya,
sebagaimana aku dan siapapun mengucapkan
sehari hari
berkali kali
meski dengan pemahaman yang nisbi

Cinta......
semakin engkau memperkosa
semakin pula ia kehilangan makna
semakin kau biarkan
semakin mengajakmu jauh melayang dalam lintasan tipu daya

Cinta
ajaklah ia
meniti bersama melangkahi waktu
sampai pada titik dewasa dan kau berkata
' Oooo   ini kamu ya: Cinta '

                                                              Tegal , 04/05/12
 

Goresan Pena Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger