Keadilan Tuhan




     Pada suatu siang yang panas di padang pasir, seorang pemuda yang gagah menghentikan laju kudanya secara tiba tiba. Ada gurat lelah di wajahnya, dan karena alasan itulah Ia menghentikan laju kudanya, begitu Ia melihat telaga dengan pohon besar yang rindang menaunginya. Di tengah padang pasir yang membentang tak berujung, menemukan telaga dengan pohon yang rindang adalah seperti menemukan surga.

     Usai meneguk air telaga, dan menceburkan tubuhnya di tepian telaga, Ia pun duduk melepas lelah sambil memakan sebagian bekal yang dibawanya. Usai makan Ia pun kembali menemukan kesegaran tubuhnya. Sambil tersenyum, Ia menghampiri kudanya dan naik ke pelana, memacunya kuat kuat menembus belantara padang pasir, dan meninggalkan debu yang bertaburan dari hentakan kaki kuda yang kuat menekan pasir. Ia tidak menyadari, kalau ada bekal yang tertinggal di tempatnya Ia sejenak beristirahat.

     Hening. Sepi di tempat itu, sampai kemudian datang seorang pemuda dengan pakaian kumal dan lusuh datang ke tempat itu. Sama seperti pemuda gagah yang menaiki kuda yang baru saja berlalu, pemuda miskin ini pun menelanjangi dirinya, menceburkan diri ke telaga sambil meminum airnya yang jernih. Ketika Ia memungut pakaian yang hendak dikenakannya, Ia tersentak, matanya menangkap kantung kecil hitam tepat di bawah tumpukan baju yang tadi Ia lepaskan sebelum mandi. Ia terheran heran, mengapa tadi ketika meletakkan baju tidak menyadarinya. Ia pun memungut kantung hitam itu, membukanya, dan menemukan emas dan berbagai permata indah di dalamnya. Ia tersenyum dan bergumam, ' ini rejeki luar biasa.'
Dengan langkah yang ringan dan riang, Ia menyeret kakinya yang dekil berdebu, berlalu menembus pasir menuju kampungnya yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.

     Hening. Sepi di tempat itu. Sampai kemudian datang lelaki tua yang lusuh datang ke telaga itu. Seperti kedua pemuda yang telah berlalu dari tempat itu, lelaki tua ini pun melepas bajunya, menceburkan diri ke telaga dan meminum sebagian airnya untuk menuntaskan dahaga, dan mengenakan kembali pakaiannya yang lusuh. Berbeda dengan kedua pemuda yang tadi, lelaki tua dan lusuh ini memilih tiduran di bawah akar pohon yang rindang, sampai kemudian benar benar pulas tertidur.

     Di tempat lain, pemuda gagah yang menunggang kuda tiba tiba menghentikan laju kudanya. Ada perasaan khawatir kalau kalau barang berharga miliknya yang disatukan dalam satu buntalan dengan makanan tidak ikut terbawa. Dengan terburu buru Ia pun membongkarnya. Dan benar, Ia tidak menemukan kantung hitam berharga dalam buntalannya. Dengan tergesa Ia memutar balik arah laju kudanya. Di atas pelana, Ia memastikan bahwa barang berharga miliknya tertinggal di telaga pada saat Ia sejenak beristirahat.

     Sampai di telaga,  pemuda gagah berkuda menemukan lelaki tua yang tengah pulas tertidur. Dengan kasar, lelaki tua itu dibangunkan.
     ' Dimana kau sembunyikan kantung hitam milikku!!!', bentak pemuda itu. Lelaki tua yang tak tahu arah pertanyaan pemuda itu hanya gemetar.
     ' Tadi aku singgah kesini, dan kantong berisi permata tertinggal ditempat ini!. Kini aku kembali kesini dan menemukan kamu tidur disini!. Pasti kamulah yang mengambilnya!.' Dengan gemetar lelaki tua itu berkata bahwa Ia tidak tahu menahu tentang kantung yang dimaksud pemuda itu. Pemuda itu pun menghunuskan pedangnya dengan harapan lelaki tua yang menyembunyikan kantung permatanya menjadi ciut nyalinya dan menyerahkan kembali sesuatu yang menjadi miliknya.

     Tapi lelaki tua itu tetap bersikukuh tidak mengakuinya. Dengan marah yang sudah membuncah, akhirnya pemuda itu memilih jalan pintas, menebaskan pedangnya ke tubuh lelaki tua itu hingga tewas. Ia pikir itulah cara termudah dan tercepat, membunuhnya, menggeledahnya, dan membawa pulang kembali miliknya. Karena Ia berkesimpulan sebagaimana keadaan dirinya, bila Ia menemukan harta yang amat berharga, tentu Ia memilih memilikinya daripada mengembalikannya.

     Tapi betapa kecewa pemuda itu. Setelah menggeledah sekujur tubuh lelaki tua yang dibunuhnya, Ia tak menemukan kantung miliknya. Setelah menggeledah disekitarnya, barangkali lelaki tua itu cerdik sudah menyembunyikannya, Ia pun tak menemukannya. Ia pun pulang dengan terburu buru dan kecewa. Terburu buru takut diketahui perbuatan membunuh, dan kecewa tidak membawa pulang barang berharga miliknya.


     Peristiwa ini sampai ketelinga Nabi Musa 'Alaihissalam lewat seorang muridnya yang mempertanyakan keadilan Tuhan. Betapa Tuhan tidak adil, karena membiarkan hidup pemuda yang mengambil kantung emas permata, dan lelaki tua yang tak berdosa malah dibunuh.

     Lewat Wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, Nabi Musa menjelaskan duduk perkaranya kepada muridnya yang menilai bahwa Tuhan tidak adil.

     Nabi Musa "Alaihissalam berkata:  Dahulu, ada petani kaya yang dirampok dan dibunuh. Dua perampok itu menguras seluruh harta, setelah membunuh suami istri petani yang kaya. Setelah merampok, salah satu dari kedua perampok ingin menguasai seluruh hasil rampokannya. Karena tamak, Ia enggan membagi dua dengan kawan merampoknya, Lalu Ia pun membunuh kawan merampoknya. Ketahuilah, Lelaki tua yang dibunuh pemuda gagah di telaga itu adalah perampok yang tamak dan membunuh kawan sendiri. Dan lelaki gagah yang membunuh lelaki tua itu adalah anak dari perampok yang dibunuh kawan merampoknya. Dan pemuda lusuh yang menemukan kantong berisi emas dan permata itu adalah anak dari petani kaya yang dirampok. Jadi, meskipun tidak langsung, Tuhan telah berbuat sangat adil.

                                                                     ***







0 komentar:

Posting Komentar

 

Goresan Pena Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger